Latest News

Friday, 20 June 2014

KISAH AH LONG ANAK BERUSIA 6 TAHUN YANG BERTAHAN HIDUP HANYA DITEMANI DENGAN SEEKOR ANJING

 
KISAH AH LONG ANAK BERUSIA 6 TAHUN YANG BERTAHAN HIDUP HANYA DITEMANI DENGAN SEEKOR ANJING

Kisah nyata ini terjadi pada tahun 2010 yang lalu, tentang seorang anak bernama Ah Long yang hidup sendiri di sebuah desa di kaki bukit Gunung Malu, Liuzhou di provinsi Guangxi, China. Umurnya baru 6 tahun, kedua orang tuanya telah meninggal dikarenakan mengidap penyakit AIDS berturut-turut di tahun 2008 dan 2010.

Orang-orang di sekitarnya mengucilkannya karena Ah Long dilahirkan dengan virus HIV yang mengalir di darahnya. Ah Long harus menjaga dirinya sendiri karena kebanyakan orang takut untuk mendekat, Satu-satunya sahabat sejatinya adalah anjingnya yang bernama Lao Hei yang selalu setia menemani disampingnya.


Satu-satunya keluarga yang ia miliki adalah neneknya yang berusia 84 tahun. Kadang si nenek mengunjunginya dan memasak untuknya, namun tidak bersedia tinggal bersamanya. Karena penyakitnya, orang-orang di sekitarnya tidak menghiraukan Ah Long. Pihak sekolah tidak mau menerimanya lagi, bahkan para orang tua murid sepakat akan mencelakainya apabila Ah Long muncul ke sekolah dan bermain dengan anak-anak mereka.

Bahkan dokterpun enggan mengobatinya apabila Ah Long kecil sakit, penderitaan anak itu bertambah ketika Departemen Kesejahteraan juga tidak mau mengurus anak tersebut.


Biro Sipil setempat menyediakan dana sebesar 70 yuan per bulan atau sekitar Rp 90.000 per bulan.

Jumlah ini tidak cukup untuk anak kecil seumur Ah Long untuk hidup. Ah Long menjalani kehidupan sendiri. Dia menanam cabai, daun bawang dan memelihara ayam. Dia mencuci dan memasak sendiri. Dia tidur dan bermain dengan anjingnya.





Ada juga yang bersimpati dengan Ah Long dengan memberikan pakaian, makanan dan selimut bekas. Ada yang memberikan Ah Long 20 kilogram beras dan 5 kilogram mie, ada juga yang membawakan dia sebuah surat kabar mingguan untuk mengikuti berita dunia terbaru.

Sejak cerita Ah Long diangkat oleh media, ia mendapatkan banyak perhatian termasuk dari pemerintah Cina. Sebuah rumah amal di kota Liuzhou setuju untuk mengurusnya. Ah Long juga mendapat perhatian dari orang-orang yang baik hati. Ah Long pun dibangunkan rumah baru tepat di sebelah rumahnya yang lama dengan dua kamar tidur, satu ruang keluarga dan satu toilet.


Sebenarnya masih banyak bocah-bocah seperti Ah Long, tidak hanya di China di negara-negara lainpun mereka banyak yang diabaikan dan hidup sebatang kara. Hidup yang mereka jalani bukan kesalahan mereka, mereka tidak bisa memilih dilahirkan dengan mengidap HIV yang diturunkan oleh orang tuanya.











Source :  http://kisahmotivasihidup.blogspot.com/2014/05/kisah-nyata-dokter-ishan-sang-ahli-bedah.html

Thursday, 19 June 2014

Kisah Mengharukan Anak Menggendong Ibu Di Rumah Sakit

 

“Saya hampir saja tidak bisa terlahir ke dunia ini.” Ding Zu Ji, seorang pensiunan penyelidik khusus yang diambil fotonya sedang menggendong ibunya dengan sehelai kain kembang di rumah sakit Chi Mei di kota Tainan Taiwan, ketika menerima wawancara khusus dari para wartawan tanggal 6 Maret 2012 mengungkapkan sebuah rahasia betapa kehidupannya sangat berkaitan erat dengan kehidupan ibunya; dia mengatakan bahwa pada saat ibunya sedang mengandungnya enam bulan, naik kapal meninggalkan Tiongkok menuju Taiwan dan hampir saja dibuang ke laut karena tidak dapat menunjukkan kartu identitas diri.
“Saya adalah anak paling sulung dalam keluarga, hubunganku dengan ibu memang paling dekat dan itu ada cerita dibaliknya.” Ding Zu Ji mengenang kembali pada tahun 1950 ketika Pemerintah Nasionalis mundur dari Tiongkok ke Taiwan. Disebabkan ayahnya adalah seorang prajurit, maka ibunya mengikuti keluarga prajurit lainnya untuk sama-sama naik kapal ke Taiwan; karena banyak sekali warga Tiongkok yang ingin pergi ke Taiwan, maka setiap kapal penuh sesak dengan manusia dan membuat setiap unit kapal kelebihan beban, para perwira dan prajurit di atas kapal melakukan pemeriksaan keamanan dengan sangat ketat demi mencegah naiknya musuh ke atas kapal, siapa saja yang tidak membawa kartu identitas diri akan dibuang ke laut.

Ding Zu Ji mengatakan kalau saat itu kebetulan ibunya sedang mengandungnya enam bulan, dengan perut buncit naik ke kapal untuk menuju Taiwan bersama-sama dengan keluarga prajurit lainnya; tak disangka ketika para perwira dan prajurit memeriksa kartu identitas diri, ibunya tidak bisa menemukan kartu identitas diri dan membuatnya sangat gelisah. Walau teman seperjalanan lainnya berinisiatif menjadi saksi, bahkan memohon belas kasihan dari para perwira dan prajurit, namun mereka tetap ikut aturan dan hampir saja membuang ibu yang sedang berperut besar ke laut.

Untungnya, ketika kedua belah pihak sedang berkomunikasi dan tarik menarik, mendadak ada orang yang menemukan ada selembar kartu identitas diri di bawah bangku panjang sebelah, setelah diambil ternyata adalah kartu identitas diri ibu yang jatuh karena kurang hati-hati, barulah terhindar dari ambang kematian. Ding Zu Ji berkata sambil tertawa: “Sejak itulah hubunganku dengan ibu sangatlah dekat.”

“Saya bukan anak berbakti!” Ding Zu Ji menekankan dengan nada menyalahkan diri sendiri, “Saya tidak merawat ibu dengan baik, sehingga ibu terjatuh dan patah tulang kaki kiri, bahkan keinginan ibu untuk pulang ke Tiongkok juga tidak mampu direalisasikan, sehingga tidak pantas untuk dikatakan sebagai anak berbakti.” Awalnya dia ingin menunggu kondisi tubuh ibunya membaik sedikit, baru akan membawanya pulang ke Tiongkok mengunjungi sanak keluarga di sana, Ding Zu Ji mengatakan dengan sedikit sedih: “Sayangnya ibu tidak bisa menunggu sampai saya bebas bepergian ke Tiongkok sudah pun kehilangan ingatan”; Ding Zu Ji harus menunggu selama tiga tahun sesudah pensiun sebagai penyelidik baru boleh pergi ke Tiongkok, dalam selang waktu tersebut ternyata semua ingatan ibunya sudah hilang, ini membawa penyesalan dalam diri Ding Zu Ji.

Ding Zu Ji mengatakan, pada tanggal 2 Maret 2012 bisa menggendong ibunya dengan sehelai kain kembang pergi ke rumah sakit terutama karena ibunya mengalami patah tulang dan tidak leluasa bergerak, karena ingin segera menghantarkan ibunya ke rumah sakit dan dalam hati juga berpikir menggendong sebentar tidak akan terlalu capek, barulah berbuat demikian, tidak pernah menduga kalau tindakannya ini akan menarik perhatian banyak orang; akan tetapi, dia menyatakan kalau di kemudian hari dia akan mempergunakan ambulans untuk menghantarkan ibunya dan meminjam ranjang dorong pada rumah sakit.

Video Ding Zu Ji membawa ibunya yang sedang sakit untuk dirawat dokter itu telah di-posting ulang di internet berkali-kali. Banyak pengguna internet yang menjulukinya sebagai “Teladan perilaku bakti”. Bahkan pengguna internet lainnya menjuluki Ding Zu Ji sebagai “Teladan perilaku bakti yang ke 25″ dengan kisah “Ia membalut sang bunda dengan selembar kain katun”. Ke 24 contoh perilaku bakti lainnya telah ditulis dalam naskah kuno oleh Guo Ju Jing dari dinasti Yuan (1271-1368).

Ding Zu Ji tinggal bersama dengan ibunya. Saat wartawan bertanya kepada rekan-rekannya dan memintanya untuk diwawancara, ia menolak dan menjawab, “Ini adalah urusan pribadi saya, saya lebih baik tidak usah diwawancara.”

Tetangganya mengatakan mereka jarang atau bahkan hampir tidak pernah berkomunikasi dengan Ding sehingga mereka tidak memiliki banyak kesan tentang dia. Namun ketika melihat foto dia membawa ibunya ke rumah sakit, salah satu tetangga mengatakan, “Luar biasa melihat saat ini masih ada kejadian seperti itu di dunia. ”

Ding berbicara dengan mantan bosnya Mo Tien Hu yang saat ini menjabat sebagai Kepala Biro Investigasi Tainan, tentang kejadian tersebut di telepon. Ia mengatakan ibunya telah mengalami stroke dan tidak mampu bergerak dengan baik, dan bulan lalu dia patah kakinya. Ding selanjutnya mengatakan bahwa karena tulang ibunya sudah rapuh dan tipis, duduk di kursi roda pun tidak cocok baginya, bagian kaki yang patah dapat dengan mudah terluka jika ia menabrak sesuatu. Sebagai pilihan terbaik, ia memutuskan menggunakan kain pembungkus untuk membawa ibunya ke rumah sakit.

Menurut Mo, ayah Ding meninggal pada 2006 dan ibunya mengalami depresi setelah kehilangan suaminya. Dia mengajak Ding untuk membawanya kembali ke daratan Tiongkok untuk bertemu dengan para kerabatnya di sana. Ding pun menurut. Pada saat itu, ia baru saja naik pangkat di Biro Investigasi. Kemudian, Ding mengajukan pensiun dini agar ia dapat mengurus ibunya telah telah tua dan lemah. Salah satu upaya Ding dalam mengurus ibunya adalah membawanya ke rumah sakit dengan cara yang menghebohkan tersebut.

[https://hobybacabuku.blogspot.com/2014/06/kisah-mengharukan-anak-menggendong-ibu.html]

Source :  http://kisahmotivasihidup.blogspot.com/2014/05/kisah-nyata-dokter-ishan-sang-ahli-bedah.html

Recent Post